Bahan Baku Biodiesel

Di antara tanaman tersebut, kemiri sunan merupakan tanaman penghasil biodiesel paling potensial. Selain menghasilkan bahan bakar nabati, tanaman kemiri sunan juga dapat ditanam di aeral suboptimal, reklamasi lahan bekas tambang, penyerap karbon dan penahan air tanah yang baik.

Terlepas dari semua itu, Pemerintah Indonesia sudah memberikan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi dari bahan bakar fosil. Bentuk komitmen terhadap pengembangan energi terbarukan, termasuk biofuel tertuang ke dalam sejumlah regulasi, antara lain, Perpres No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional, Inpres nomor 1 tentang Pengadaan dan Penggunaan Biofuel sebagai Energi Altarnatif, Dekrit Presiden nomor 10/2006 tentang Pembentukan Team Nasonal untuk Pengembangan Biofuel dengan pengukuran Flow Meter Digital.

Begitu juga dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 66/2018 mengenai kewajiban penyediaan minyak solar dalam negeri dengan ketentuan campuran biodiesel dengan solar berupa blending 20:100 atau dikenal dengan istilah B20. Pemerintah juga telah melakukan uji coba B30 hingga B100 seperti cerita di atas.

Seperti disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dalam pelbagai kesempatan, Indonesia cukup fokus untuk mengembangkan energi baru.

BACA JUGA  Tips Memilih Cocopot yang Berkualitas

Salah satunya seperti kewajiban penggunaan biodiesel sebesar 20% pada bahan bakar minyak jenis solar dan menetapkan peraturan mengenai solar PV pada rooftop.

“Kami mencoba untuk mencapai setidaknya 25% bauran energi pada 2025. Banyak orang yang bertanya, apakah target itu dapat dicapai? Tentu kami akan berusaha untuk mencapai target itu,” ujar Jonan optimistis.

Sebagai informasi, berdasarkan data Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), kapasitas produksi biodiesel secara nasional saat ini mencapai 12 juta kiloliter. Bahkan, adanya pengembangan B30 juga telah merangsang produsen biodiesel untuk meningkatkan produksinya.

Meskipun dari sisi kapasitas produksi sudah cukup besar, ternyata realisasi produksi sebenarnya masih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selama periode Januari 2019 hingga 22 April 2019, ternyata serapan biodiesel baru pada kisaran 1,74 juta kiloliter (kl).

“Itu sekitar 28% dari target yang sebesar 6,2 juta kl,” sebut laporan  Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM.

Adapun, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menuturkan, setelah delapan bulan sejak penerapan perluasannya penggunaan biodiesel, dalam kuartal I 2019, asosiasi itu tidak menemukan kendala yang signifikan.

BACA JUGA  Tips Kreativitas Penulisan Konten Profesional

“Sampai saat ini masih tetap berjalan dengan baik, hal ini terlaksana karena dukungan pihak pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.”

Sementara, biodiesel untuk ekspor, selama kuartal I 2019 tercatat sebesar 173.543 kl, terutama ke negara Uni Eropa (EU) dan Cina. Jumlah ini meningkat jika dibanding dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 97.455 kl.

Terlepas dari semua itu, komitmen pemerintah terhadap implementasi penerapan biodiesel sudah di jalur yang benar. Boleh saja Uni Eropa mencekal komoditas CPO Indonesia ke benua biru. Namun, negara ini juga punya cara dan ada jalan keluar untuk menyelamatkan poduksinya komoditas itu, yakni percepatan menuju green energy. (F-1)