Persyaratan nikah sipil menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pernikahan diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilaksanakan sesuai dengan norma perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta dicatat oleh lembaga yang memiliki kewenangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi setiap orang untuk melangsungkan pernikahan di Persyaratan Nikah Sipil?
UU No. Hukum Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 6 dan 7, menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengadakan pernikahan. Pengaturan syarat-syarat tersebut diantaranya bertujuan untuk melindungi kepentingan perempuan dari perkawinan paksa dan perkawinan di bawah umur.
Terdapat syarat-syarat tedapatlah tersebut :
- Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon pempelai.
- Agar dapat melangsungkan pernikahan, seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus memperoleh persetujuan kedua orang tua. Dalam hal salah satu dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam ketedapatan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang diberikan cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam ketedapatan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam ketedapatan dapat menyatakan kehendaknya. Dalam hal tedapat perbedaan pendapat antara atau salah satu atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya,
Pernikahan hanya diperbolehkan jika pihak pria telah berusia 19 tahun dan pihak wanita telah berusia 16 tahun. - Dalam hal penyimpangan terdapat ketentuan usia tersebut dapat meminta dispensasi terdapat Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.
Dalam hal apa perkawinan menurut Undang-Undang dilarang?
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
- Keterkaitan keluarga dalam jalur keturunan naik-turun atau turun-naik
- Hubungan keluarga dalam garis keturunan menyamping, termasuk hubungan di antara saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua, dan antara seseorang dengan saudara neneknya;
- berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu atau bapak tiri;
- berhubungan sepersusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan;Anda juga dapat membaca lebih lengkap di catering jakarta
- Keterkaitan dengan saudara perempuan dari istri atau sebagai bibi atau keponakan dari istri, terutama jika seorang suami memiliki lebih dari satu istri, dan hal ini dilarang menurut ajaran agama atau peraturan yang berlaku. Misalkan masih ikatan perkawinan atau perkawinan antar saudara sepupu yang dilarang dalam hukum tertentu.
Apakah pernikahan dianggap tidak sah jika tidak didokumentasikan secara resmi
Proses pencatatan perkawinan sendiri, sebenarnya tersebut tidak menjadikan perkawinan itu tidak sah karena proses pencatatan itu sendiri tedapatlah proses admtersebutstratif. Dalam konteks agama atau tedapatt perkawinan yang tidak dicatatkan di-anggap sah. Tetapi dalam hukum nasional, proses pencatatan tersebut telah menjadi bagian dari hukum positif, ka-rena hanya dengan proses tersebut maka masing-masing pihak mengakui segala hak dan kewajibannya di depan hukum. Catatan pernikahan akan mempengaruhi hak-hak dasar anak-anak yang lahir dan termasuk hak-hak mereka. Siapa yang bertanggung jawab atas pencatatan pernikahan?
Setiap-tiap pernikahan dicatat sesuai dengan peraturan-undangan yang berlaku (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Bagi mereka yang melangsungkan perkawinan berdasarkan ajaran Islam, pencatatan dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sementara untuk yang menganut agama selain Islam seperti Katholik, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, Penghayat, dan lainnya, pencatatan dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendokumentasikan pernikahan di Persyaratan Nikah Sipil?
Untuk mendapatkan layanan pencatatan pernikahan, wajib melengkapi syarat-syarat berikut:
- Surat Bukti Perkawinan Menurut Agama
- Akta Kelahiran
- Surat Keterangan dari Lurah
- Fotocopy KK atau KTP yang dilegalisir oleh LURAH
- Potret bersanding ukuran 4 x 6 cm sebanyak 5 (lima) lembar
- 2 (dua) orang Saksi yang telah mencapai usia dewasa, yaitu 21 tahun ke atas
- Akta Kelahiran Anak yang akan diakui atau disetujui
- Akta Perceraian atau Akta Kematian jika yang bersangkutan pernah kawin
- Izin dari Komandan bagi Anggota TNI atau Kepolisian
- Paspor bagi WNA
- Surat Pemberitahuan Kedatangan (SPK) dari Kepolisian bagi WNA
- 2 (dua) orang Saksi yang sudah berumur dewasa, yaitu 21 tahun ke atas
- SKK dari Imigrasi (bagi WNA)
Kapan waktu yang tepat untuk mencatat perkawinan?
Bagaimana dengan penghayat kepercayaan yang bertedapat di lokasi-lokasi terpencil ?
Pasal 45 – 47 dan 67 Perpres No. 25 Tahun 2008 mengatur bahwa pendaftaran penduduk termasuk pencatatan biodata kependudukan, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan, pendataan masyarakat rentan admtersebutstrasi kependudukan dan penerbitan dokumen kependudukan. Masyarakat terpencil masuk dalam pemahaman masyarakat rentan sehingga untuk pendaftaran penduduk, termasuk pencatatan acara Dan Anda juga dapat membaca lebih lengkap di catering jakartakependudukan dilakukan oleh Tim Pendataan dari Gubernur atau Bupati Walikota. Tim akan datang ke komunitas terpencil tersebut untuk melakukan pendataan, mengisi formulir survei yang harus ditandatangani oleh masyarakat, melakukan verifikasi dan validasi; Mencatat dan mencatat data masyarakat untuk disampaikan ke instansi yang melaksanakan; dan Surat penerbitan Keterangan Tanda Komunitas.
Apa yang dilakukan Kantor Catatan Sipil (KCS) terdapat permohonan pencatatan perkawinan?
Pegawai dari Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana akan mencatat pernikahan dengan tata cara:
- menyerahkan surat pencatatan perkawinan terdapat pasangan suami istri
- melakukan verifikasi dan validasi terdapat data yang tercantum dalam pencatatan pencatatan perkawinan
- mencatat tedapat register akte perkawinan dan menerbitkan, kutipan akte perkawinan Penghayat Kepercayaan.
- Kutipan akte perkawinan sebagaimana dimaksud tedapat ayat (1) huruf c diberikan ketedapat masing-masing suami dan istri.